Sudah punya acara malam minggu ini?Daripada bingung yok saksikan pertunjukkan Wayang Kelir
Dalang : Wayan Darsana
Tanggal : 10 Desember 2011
Tempat : Depan Pendopo Puri Agung
Waktu : 20.00 sampai selesai
Jumat, 09 Desember 2011
Rabu, 13 Juli 2011
WAYANG TATWA
Saksikanlah Pertunjukkan Wayang Tatwa
Hari : Sabtu, 16 Juli 2011Tempat : Depan Puri Klungkung
Waktu : 19.30 WITA
Dalang : Ki Dalang Sadhar ( Satria )
Kamis, 07 Juli 2011
Rabu, 16 Maret 2011
Kerajaan Gelgel Sebagai Identitas Budaya
PADA ZAMAN KERAJAAN GELGEL SEBAGAI IDENTITAS BUDAYA
Dalem Watu Renggong (1460-1550) sebagai raja kedua di keraton Gelgel, oleh beberapa penulis babad dikisahkan sebagai sebuah kerajaan yang mengalami masa keemasan (Golden Age). Ketika Gelgel mengalami kejayaan pada masa Dalem Watu Renggong ini hubungan antara kerajaan Gelgel dengan Majapahit dianggap telah tiada. Hal ini disebabkan bukan karena lunturnya kesetiaan raja Bali, tetapi lebih banyak disebabkan oleh kondisi pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan. Dengan demikian kehancuran Majapahit yang ditandai dengan Sirna (0) hilang (0) kertaning (4) bumi (1) yang merujuk pada angka 1400 yaitu 1478 M, dianggap sebagai sebuah kesempatan bagi Dalem Watu Renggong untuk mempertahankan tradisi Majapahit dan Agama Hindu agar Bali dapat dianggap sebagai penerus budaya Majapahit yang pernah besar di Nusantara. Untuk kepentingan ini Dalem Watu Renggong mendatangkan Dang Hyang Angsoka, Dang Hyang Astapaka, dan Dang Hyang Nirartha dalam rangka untuk memperkuat akar-akar budaya dan agama Hindu.
Sebagai masa yang gemilang, zaman keemasan, maka berbagai produk seni budaya berhasil diciptakan untuk memperkaya tradisi budaya yang ada di Bali . Munculnya banyak karya-karya sastra yang dikarang oleh I Gusti Dauh Bale Agung dan Dang Hyang Nirarta sebagai pendeta kerajaan, dapat diduga bahwa berbagai jenis kesenian juga muncul, karena kreativitas kesenian bersumber pada karya-karya sastra tersebut. Munculnya seni lukis wayang di Kamasan juga diduga berkembang sejak zaman itu. Berbagai jenis kesenian seperti Gambuh, Wayang Wong dan seni pertunjukan Topeng juga sangat pesat perkembangannya pada saat itu. Masa kejayaan Waturenggong ini dihubungkan oleh penulis sejarah dengan kemampuannya membendung kuatnya penyebaran agama non Hindu pada abad XV ke Bali . Dengan demikian cerita-cerita kepahlawanan seperti: Mahabharata, Ramayana, Panji dan Babad akan menjadi sajian yang sangat menarik pada kesenian untuk mengekspos kebesaran Waturenggong. Seni pertunjukan dikembangkan sebagai wahana untuk melakukan sosialisasi terhadap ajaran agama untuk memperkuat tradisi budaya yang berakar pada tradisi budaya Majapahit.
Setelah Dewa Agung Jambe memindahkan pusat kerajaan dari Gelgel ke Klungkung pada tahun 1686 M yang diberi nama Kraton Semarapura, maka hampir semua pemegang wilayah apanage memerdekakan diri, yang akhirnya terbentuklah 9 kerajaan di Bali . Dengan demikian maka perkembangan seni budaya Bali termasuk seni pertunjukan tidak lagi berpusat hanya di kerajaan Klungkung, tetapi berkembang hampir diseluruh Bali yang dilindungi oleh rajanya masing-masing. Dari sumber-sumber sejarah dinyatakan bahwa sejak abad XVII kerajaan-kerajaan vassal mulai melepaskan diri dari kekuasaan pusat yaitu Klungkung, sehingga muncul 9 kerajaan yaitu: Klungkung, Badung, Gianyar, Bangli, Karangasem, Buleleng, Tabanan, Negara, dan Mengwi. Diantara kerajaan-kerajaan ini nampaknya di wilayah kerajaan Gianyar seni budaya Bali termasuk seni pertunjukan pertumbuhannya dan perkembangannya sangat subur. Suburnya perkembangan seni budaya di wilayah Gianyar karena pusat pemerintahan Bali sebelum Bali jatuh ke tangan Majapahit adalah di Bedahulu yang merupakan wilayah kabupaten Gianyar sekarang. Banyaknya peninggalan-peninggalan zaman Bali Kuna yang ada di wilayah Bedahulu kabupaten Gianyar, juga menjadi sumber inspirasi bagi pengembangan kesenian Bali .
Oleh : I Dewa Gede Alit Saputra
Awal Munculnya Seni Pertunjukan Tradisional Bali
AWAL MUNCULNYA SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL BALI
Telah dapat dipahami bahwa pulau Bali yang kecil, tetapi mempunyai nama besar di mata dunia bukan karena sistem politiknya, bukan pula karena ekonominya, tetapi karena memiliki seni budaya yang sangat mengagumkan. Salah satu cabang kesenian yang cukup besar memberikan bentuk terhadap identitas budaya Bali adalah seni pertunjukan tradisional Bali . Seni pertunjukan tradisional Bali mempunyai bentuk dan struktur yang berbeda dengan seni pertunjukan lainnya di Indonesia. Bentuk dan struktur seni tradisional Bali diikat dengan pola-pola budaya serta nilai-nilai tradisi yang sangat kuat seperti konsep tri angga, konsep hulu teben dan konsep tri mandala. Fungsi seni pertunjukan tradisional Bali juga mengikuti konsep wali (sakral), yang hanya dipentaskan untuk kepentingan upacara, bebali (konsep keseimbangan antara sakral dengan profan) yang dipentaskan hanya untuk hiburan dalam rangka kegiatan upacara, dan balih-balihan (seni profan) yang bisa dipentaskan kapan dan dimana saja. Dengan demikian pelacakan sejarah akan menjadi penting agar dapat dipahami proses seni pertunjukan tradisional Bali sebagai identitas budaya Bali.
Gambaran proses sejarah itu akan dapat dilacak sejak budaya Majapahit terakumulasi di Bali, dan kemudian masyarakat Bali menjadi pewaris kebudayaan yang pernah besar di Nusantara. Jatuhnya Bali ketangan Majapahit, sejak pemerintahan Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten, menyebabkan raja dan pejabat-pejabat kerajaan di datangkan dari Jawa. Sri Kresna Kepakisan sebagai raja pertama setelah penaklukan Majapahit beristana di Samprangan, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Dalem Samprangan. Atas prakarsa Arya Kebon Tubuh maka istana Samprangan di pindahkan ke Gelgel, karena di kraton
Samprangan sering terjadi pembrontakan-pembrontakan yang dilakukan oleh sisa-sisa rakyat Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan orang Bali Mula. Ketika pemerintahan pindah ke Gelgel, dengan rajanya yang pertama adalah Dalem Ketut Ngulesir dari dinasti Kresna Kepakisan mulai mengundang seorang Brahmana dari Keling yang sering dikenal dengan Brahmana Keling untuk menjadi Purohita dan guru agama. Raja mulai mendalami ajaran agama dan memberikan perhatian yang sangat besar kepada agama Hindu dengan cara mediksa. Diksa terhadap Dalem Ketut Ngulesir membuktikan bahwa raja disamping sebagai kepala pemerintahan juga sebagai kepala dalam bidang keagamaan. Bali pada waktu itu berada dibawah kedaulatan kerajaan Majapahit, hal ini dapat dibuktikan ketika terjadi Paruman Agung para raja di Majapahit, Dalem Ketut Ngulesir juga hadir didalamnya dan diberikan hadiah berupa pakaian kebesaran dan keris Ki Nagapasah. Pemberian tanda kebesaran berupa pakaian kebesaran dan keris pusaka menunjukan bahwa simbol-simbol budaya Majapahit dialirkan kekerajaan-kerajaan vasal. Terjadinya proses untuk mengalirkan budaya Majapahit ke Bali juga dibuktikan dengan dirintisnya jalur transportasi seperti; Mimba (Intaran), Kuta, Tuban, Klahan, Kedonganan, Seseh, Ganggondak, Uman, Kapurancak, Angkah, Puloayam, Tlagorung, Pejarakan, dan sampai ke Bubat. Dengan demikian berangsur-angsur budaya Majapahit berakulturasi dengan budaya Bali yang telah dipengaruh oleh budaya India, Cina, dan tradisi Megalitik.
Kamis, 03 Maret 2011
Langganan:
Postingan (Atom)